Jumat, 28 November 2008

>> BUDIDAYA SAWIT


BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT

GULMA
PEMUPUKAN
Tanaman kelapa sawit seringkali merupakan tanaman yang sangat tergantung pada pemupukan untuk mencapai produksi yang tinggi, meskipun dapat ditemui kebun kelapa sawit yang dapat mencapai produksi rata-rata 3 ton/ha/bulan meskipun tanpa diberi pupuk sedikitpun. Secara logika, kebunkelapa sawit yang baik diharapkan dapat berproduksi TBS sebanyak 3-5 ton/bulan, dengan rendemen minyak mencapai 21%, maka produksi CPO adalah 6,3-10,5 ton/bulan, nilai kalori lemak adalah yang paling tinggi di antara zat gizi lainnya, yaitu 9,4 kalori/mg asam lemak, maka nilai energi yang dihasilkan dari satu hektar kebun sawit adalah luar biasa besarnya. Energi tersebut dapat digunakan sebagai zat gizi, bahan bakar, atau fungsi lainnya. Maka tidaklah wajar jika hasil produksi yang sedemikian besar tersebut hanya kita harapkan dari sang tanaman kelapa sawit dan tanah yang menyangganya tanpa ada sumbangsih dari kita yang menjadikannya sebagai "sapi perah".
Tujuan umum dari pemupukan adalah memberikan zat hara yang dibutuhkan tanaman dalam membangun jaringan akar, batang, daun dan buah.
Pada saat kelapa sawit berupa TBM (Tanaman Belum Menghasilkan), tujuan pemupukan ada untuk menjadi bahan baku dan penolong dalam pembangunan tubuh tanaman, sedangkan pada saat kelapa sawit berupa TM (Tanaman Menghasilkan), tujuan pemupukan adalah agar tanaman kelapa sawit memproduksi buah dengan optimal.
Berdasarkan banyaknya kuantitas yang dibutuhkan tanaman, pupuk dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu: pupuk makro dan pupuk mikro.

1. Pupuk makro adalah pupuk yang mengandung unsur makro (unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar). Unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar antara lain adalah :
• Nitrogen (N), dapat diperoleh dari pupuk Urea (46% N), ZA ( %N)
• Posphor (P), dapat diperoleh dari pupuk TSP (46% P), Rock Posphat ( % P)
• Kalium (K), dapat diperoleh dari pupuk KCl (64% K)
• Magnesium (Mg), dapat deperoleh dari pupuk Kieserit ( % Mg)

PANEN
Untuk dapat berbunga, kelapa sawit membutuhkan waktu 2-3 tahun dari saat bibit ditanam di lapangan. Masa produktif tanaman dapat berlangsung 40-50 tahun. Pembentukan buah memerlukan waktu sekitar 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan (pollination). Pelaksanaan panen buah kelapa sawit tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena kegiatan panen tersebut menentukan pada produktifitas tanaman, rendemen minyak, mutu minyak, dan efisiensi biaya tenaga kerja. Pelaksanaan panen harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Kriteria Matang Panen
Buah yang dapat dipanen haruslah buah yang daging buahnya telah berwarna kemerah-merahan/orange, dimana ada jenis buah yang meskipun kulit luarnya telah berwana kemerah-merahan tetapi ternyata daging buahnya belum matang (belum berwarna kemerah-merahan). Adapun kriteria umum yang digunakan dalam menentukan buah sawit yang layak panen adalah berdasakan pada jumlah berodolan yang telah jatuh di piringan. Kriteria jumlah berondolan dalam menentukan buah layak panen dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel Kriteria Kematangan Buah Berdasarkan Jumlah Berondolan
No Umur Tanaman (tahun) Buah Memberondol (butir)
1 Tanaman muda (3,5-5 tahun) 2
2 Tanaman sedang (5-10 tahun) 5-10
3 Tanaman dewasa (>10 tahun) 15-20

2. Rotasi dan Sistem Panen
Yang dimaksud dengan rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara suatu panen dengan panen berikutnya pada suatu area panen. Rotasi panen yang baik adalah jika buah yang dipanen tidak kurang atau terlalu matang. Rotasi panen yang sering dilakukan adalah tiap 7, 10 atau 14 hari sekali.

3. Cara Pengambilan Buah
Cara pelaksanaan panen yang baik adalah salah satu syarat dalam menentukan produktifitas dan efisiensi dari suatu usaha kebun kelapa sawit. Ada suatu sistem dalam hal menjaga jumlah optimum daun pada pohon kelapa sawit, dan rumus dari jumlah daun optimum tersebut sering disebut dengan sistem "Songgo Dua", yaitu selalu ada dua unit pelepah daun yang menyangga buah sawit pada posisi yang paling bawah. Oleh karena itu maka dalam mengambil buah tidak boleh ikut memotong pelepah yang menyangganya, cara pengambilan buah tersebut sering disebut dengan cara "curi buah/culik buah".
Alat yang baik digunakan dalam memanen buah sawit adalah Dodos (untuk buah yang berada pada ketinggian <6 m) dan Egrek (untuk buah yang berada pada ketinggian >6 m).

4. Pengangkatan Buah Menuju Truk Pengangkut (Melangsir Buah)
Kegiatan melangsir buah yang benar akan menentukan pada kualitas minyak yang akan diperoleh, keamanan, dan besarnya biaya panen. Dalam kegiatan melangsir buah harus digunakan alat yang dapat digunakan semudah mungkin dan tingkat ketahanan akan benturan yang tinggi. Dalam hal ini alat yang sering digunakan adalah Kereta Sorong, sepeda yang telah ditambah dengan bak, becak barang, dan pedati. Untuk menjamin kelancaran proses pelangsiran buah maka jalan (pasar pikul) harus diperhatikan dengan serius untuk menghindari kerusakan peralatan, kecelakaan karyawan dan tingginya upah panen.

>> LAND CLEARING


LAND CLEARING / PERSIAPAN LAHAN

Sebelum tanaman kelapa sawit ditanam, maka hal utama dan sangat menentukan kesuksesahan bisnis budidaya kelapa sawit adalah pada tahap land clearing. Suatu lahan kebun yang baik adalah jika memiliki saluran drainase yang berfungsi dengan baik, memiliki jalan yang kuat dan rata untuk kegiatan melangsir buah ataupun truk pengangkutan, bersih dari tunggul-tunggul kayu yang mengganggu dalam bekerja, bebas dari pohon-pohonan dan semak belukar, adanya akses jalan darat ke setiap tanaman, bebas dari batu-batu besar yang mengganggu posisi penanaman dan pekerjaan.
Pengerjaan land clearing dapat dilakukan secara mekanis dan manual. Secara mekanis land clearing dikerjakan dengan alat-alat berat seperti Back Hoe, Buldozer dan Grader. Secara manual land clearing dikerjakan oleh manusia dengan peralatan sederhana berupa parang, kampak, gergaji, machine saw, cangkul, tembilang, babat.
Jika ditinjau secara ekonomis, penggunaan cara mekanis ataupun manual harus memperhatikan pada beberapa faktor, yaitu:

1. Jauhnya jarak tempuh untuk mendatangkan alat-alat berat
2. Luasnya lahan
3. Tingkat kesulitan pekerjaan
4. Tingkat standar upah buruh lokal
5. Ketersediaan buruh
6. Biaya sewa/harga beli alat berat
7. Kebijakan dan peratruran pemerintah
8. Harga BBM dan oli mesin traktor
9. Tingkat upah operator traktor
10. Produktifitas kerja traktor
11. Produktifitas tenaga kerja manusia
COVER CROP / TANAMAN PENUTUP
Sebelum bibit kelapa sawit ditanam di lahan, satu hal yang sangat penting ada adalah tanaman penutup / cover srop, cover crop berfungsi untuk melindungi tanah dari kikisan air hujan, menjaga tumbuhnya gulma-gulma yang tidak diinginkan, menjaga ketersediaan unsur Nitrogen dalam tanah, mendinginkan tanah, sebagai tempat yang baik untuk berbiaknya mikroba-mikroba pengurai dan penyubur tanah

>> BIBIT SAWIT


Tanaman kelapa sawit dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu generatif dan vegetatif buatan. Secara generatif, tanaman kelapa sawit diperbanyak dari biji yang terdapat dalam butiran buah sawit, dan secar generatif buatan kelapa sawit diperbanyak dengan cara kultur jaringan.
Produksi Benih
Benih kelapa sawit yang sering digunakan pada perkebunan kelapa sawit adalah hasil persilangan dari varietas Dura Deli (betina) dengan varietas Pisifera (jantan). Hasil persilangan dari varietas Dura dan Pisifera akan menghasilkan anakan yang bervarietas Tenera. Kelapa sawit varietas Tenera menjadi tujuan dari kegiatan persilangan karena kelebihan yang dimilikinya, yaitu: daging buah lebih tebal, ukuran buah lebih besar, kandungan minyak lebih tinggi, peluang kematangan buah yang sangat tinggi, dan berat buah cukup tinggi.
Untuk kegiatan pembibitan, penyerbukan biasanya dillakukan secara manual, yaitu dilakukan oleh manusia. Serbuk Sari dari bunga jantan (varietas Pisifera) diambil dengan cara memotongnya atau menepuk-nepukkannya pada kantong plastik agar tepung sari terkumpul dalam kantong plastik. Tepung sari (pollen) yang telah didapatkan kemudian dicampur dengan talk murni dengan perbandingan 1:1. Campuran tepung sari dan talk tersebut dimasukkan kedalam baby duster atau alat lainnya yang dapat menghembuskan tepung ke bunga betina. Setelah tepung sari ditaburkan/dihembuskan ke bunga betina (kepala putik) maka bunga betina tersebut ditutup dengan kantong kertas / plastik agar bunga betina tidak terkontaminasi dengan serbuk sari kelapa sawit tidak jelas asal usulnya yang sangat banyak beterbangan di udara. Setelah penyerbukan terjadi maka bunga betina akan matang setelah 6 bulan kemudian.
Perbanyakan kelapa sawit dengan cara penyilangan ternyata memiliki kelemahan yang sangat nyata, yaitu hasil persilangan tidak 100% menjadi bibit yang bervarietas tenera, umumnya tingkat keberhasilannya hanya dapat mencapai 75 %. Bayangkan saja jika ada 1 juta bibit yang di produksi, maka akan ada 250.000 bibit yang bervarietas Dura, Pisifera atau abnormal. Jika biaya tanaman dari benih sampai tanaman di tebang (25 tahun) (menurut perhitungan singkat penulis mencapai Rp.156.000 / tanaman/25 tahun), maka berapa opportunity cost yang terjadi?
Opportunity cost yang terjadi akibat terjadinya penyimpangan varietas yang dihasilkan ternyata belumlah seberapa jika tanaman dalam suatu kebun kelapa sawit bersifat super semua. Jika dilakukan pengamatan di lapangan, maka kita akan selalu mendapati adanya pohon yang bersifat super atau bersifat sangat buruk. Suatu pohon kelapa sawit yang bersifat super dapat memiliki berat tandan mencapai 30-45 Kg/tandan yang memenuhi setiap ketiak pelepahnya, meskipun umur tanaman masih 5-7 tahun. sedangkan untuk tanaman yang berumur lebih dari 10 tahun bobot tandannya dapat mencapai 40-60 Kg/tandan dengan buah yang menjejali setiap celah pelapah yang ada. Kondisi pohon yang demikian tidaklah akibat pemupukan, kondisi tanah dan perawatan yang habis-habisan, karena secara pengamatan visual pohon super tersebut berada di tengah pohon-pohon lainnya yang kondisinya biasa saja ataupun buruk.

Oleh karena ternyata ada pohon sawit yang bersifat super dalam hal bobot tandan, kuantitas tandan, rendemen minyak, ketahan terhadap hama dan penyakit, ukuran pelepah, kekerasan pelepah, pertambahan tinggi batang, toleransi terhadap jenis tanah, toleransi terhadap drainase yang sangat buruk, toleransi terhadap pH tanah yang tidak sesuai, maka tentu saja akan sangat diharapkan jika seluruh tanaman yang ada dalam suatu kebun adalah sama persis dengan pohon super tersebut. Saat ini mungkin ada cara yang memungkinkan hal tersebut dapat terjadi, yaitu dengan cara dilakukannya perbanyakan secara vegetatif.
Perbanyakan secara vegetatif yang telah berhasil pada tanaman kelapa sawit adalah dengan cara kultur jaringan. Sebagai sel induk dalam kultur jaringan dapat digunakan dari sel akar (metode Inggris) dan sel daun (metode Perancis). Metode kultur jaringan akan mampu menghasilkan bibit tanaman dengan sifat yang sama dengan induknya dengan jumlah yang sangat banyak, hanya saja kelemahannya adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dalam hal replikasi sel dan pembesarannya.
Benih kelapa sawit tidak dapat diproduksi dan dipasarkan secara sembarangan, tetapi harus mendapat sertifikasi dari pemerintah untuk menjamin mutu bibit yang diproduksi dan keaslian varietas bibit. Saat ini pihak yang telah mendapat izin resmi dari pemerintah adalah Perkebunan Marihat dan Socfindo.

>> BIOLOGI SAWIT


BIOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT

Tanaman penghasil minyak nabati terdapat 3 jenis, yaitu Elaeis guinensis jacq, Elaeis oleifera atau Elaeis melanocca dan Elaeis odora atau Barcella odora (Corley, 1976). Kelapa sawit yang banyak ditanam di Indonesia adalah berasal dari Afrika.
Beberapa varietas kelapa sawit adalah: Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Dwikka wakka.

Penggolongan varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah menurut Hutgers dan Yampolski:

1. Varietas Macrocarya = type Congo
• tebal tempurung 4-8 mm
• daging buah 30-50 %
• tempurung/buah 20-40 %
• inti 10 %

2. Varietas Dura = type Deli
• tebal tempurung 2-5 mm
• daging buah 50-70 %
• tempurung/buah 20-40 %
• inti 10 %

3. Varietas Tenera = type Lesobe
• tebal tempurung 0,5-2,5 mm
• daging buah 70-85 %
• tempurung/buah 5-20 %
• inti 8-10 %

4. Varietas Pisifera
• tebal tempurung +- 0 mm
• daging buah 85-100 %
• tempurung/buah +- 0 %
• inti 0-5 %
Penggolongan kelapa sawit berdasakan warna buah menurut Vanderwejn

1. Nigrescens
Buahnya berwana hitam pada saat masih muda dan berubah menjadi orange kehitam-hitaman pada saat buah matang.

2. Virescens
Buahnya berwana hijau pada saat masih muda dan berubah menjadi orange pada saat buah matang.

3. Albescens
Buahnya berwana keputih-putihan pada saat masih muda dan berubah menjadi kekuning-kuningan pada saat buah matang.
EKOLOGI KELAPA SAWIT
Tanaman kelapa sawit dapat hidup dengan baik pada daerah 15"LU-15"LS, yaitu dekat daerah edar garis katulistiwa. Ketinggian lahan yang ideal adalah pada ketinggian 0-500 m dpl. Curah hujan yang sesuai adalah 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu optimum adalah 29-30"C. Intensitas penyinaran adalah 5-7 jam/hari. Kelembaban yang ideal adalah 80-90%. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah Podsolik, Latosil, Hidromorfik kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH optimum adalah 5-5,5. Perkebunan kelapa sawit baik dibangun pada tanah yang gembur, subur, datar (tidak lebih dari 15", berdrainase yang baik, dengan lapisan solum yang dalam.

>> MINYAK SAWIT


Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq) adalah salah satu jenis tanaman dari famili palma yang menghasilkan minyak nabati yang dapat dimakan (edible oil). Selain dari kelapa sawit, minyak nabati juga dapat diperoleh dari tanaman kelapa, kacang kedelai, bunga matahari, kacang tanah, dan lainnya. Dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak dan lemak, kelapa sawit adalah tanaman yang produktifitas menghasilkan minyak tertinggi, dimana tanaman kelapa hanya menghasilkan sepertiga (700-1000 kg daging buah kelapa/ha) dari produksi kelapa sawit (2000/3000 kg TBS/ha)

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetik, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi dalam bidang kosmetik
Kelapa sawit saat ini telah menjadi pionir dalam dunia pertanian di Indonesia, hal itu dikarenakan telah terjadinya peningkatan harga TBS yang luar biasa, yaitu mencapai Rp.1.550/kg TBS. Meskipun kenaikan harga TBS juga turut diikuti oleh kenaikan harga input produksi seperti pupuk, tenaga kerja, pestisida dan alsintan, tetapi secara total peningkatan harga TBS tetap memberikan tambahan pendapatan yang sangat menguntungkan para pekebun.

>> SEJARAH SAWIT


kelapa sawit

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama.
Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.

pemerian botani

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Buah terdiri dari tiga lapisan:

• Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
• Mesoskarp, serabut buah
• Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Syarat hidup

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

Tipe kelapa sawit

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari
• Dura,
• Pisifera, dan
• Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.
Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.

Hasil tanaman

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Sejarah perkebunan kelapa sawit

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.